AKARTA--MI: Tokoh masyarakat Tanjung Priok mendeklarasikan pernyataan sikap terkait peristiwa penggusuran makam Mbah Priok, di kantor Gubernur DKI Jakarta pada Kamis (15/4). Mereka mendesak Gubernur DKI Jakarta, Menteri BUMN, termasuk Presiden RI untuk meninjau ulang implementasi tata kelola pemerintahan dan perusahaan (BUMN dan BUMD).
Mereka menyatakan bahwa peristiwa makam Mbah Priok adalah peristiwa berdarah Tanjung Priok jilid II, setelah pernah meletus sebelumnya pada 12 September 1994. Menurut para tokoh, peristiwa yang terjadi Rabu kemarin adalah akumulasi ketidakpuasan masyarakat Jakarta Utara, khususnya Tanjung Priok.
Menurut mereka, masyarakat Tanjung Priok selama ini termarjinalkan dan kurang diperhatikan pemerintah. Padahal, sumbangan devisa masyarakat Jakarta Utara cukup besar dari sektor perairan. Mereka mendesak pemerintah untuk menata potensi ekonomi kerakyatan sesuai dengan Pasal 33 dan 34 UUD 1945.
Para tokoh yang diwakili oleh Sabri Saiman menyatakan, pemerintah bertanggung jawab dengan cara menertibkan aparat, yang menurut para tokoh, telah bertindak brutal dan melanggar HAM. Dalam pernyataan sikapnya, para tokoh juga mengimbau seluruh warga tidak terprovokasi.
"Saat ini memang sulit mencari pemimpin yang berani menunjuk dada, mengambil tanggung jawab atas apa yang terjadi," ujar Sabri. Dia dan ke-13 tokoh yang mewakili masyarakat Tanjung Priok mengaku tidak pernah didengarkan aspirasinya. Mereka belum pernah dilibatkan atas perundingan yang dilakukan pemerintah mengenai kasus Makam Mbah Priok. (*/OL-04)
No comments:
Post a Comment